ANTIHISTAMIIN

Antihistamin adalah obat yang bekerja sebagai antagonis reseptor histamin yang ada, seperti reseptor histamin H1, H2, H3. Antagonis Reseptor H1 (AH1) menghambat efek histamin di pembuluh darah, bronkus dan otot polos, selain itu AH1 juga dapat mengobati reaksi hipersensitivitas (Wilmana dan Gan, 2007).
Histamin merupakan produk dekarboksilasi dari asam amino histidin, banyak terdapat pada tanaman dan binatang. Dalam organisme manusia terdapat dalam semua jaringan. Konsentrasi histamin tertinggi terdapat dalam paru-paru, kulit dan dalam saluran cerna. Histamin terdapat dalam sel mast dan leukosit basofil dalam bentuk tak aktif secara biologik dan di simpan pada heparin dan protein basa. Histamin akan dibebaskan dari sel-sel pada reaksi hipersensitivitas, rusaknya sel dan akibat senyawa kimia (Mutschler,1991).
Pada otak, reseptor H1 dan H2 terletak pada membran pascasinapsis sedangkan reseptor H3 terutama di prasinapsis. Aktivitas reseptor H1 yang terdapat pada endotel dansel otot polos menyebabkan kontraksi otot polos, meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, dan sekresi mukus. Sebagian dari efek tersebut mungkin diperantai oleh peningkatan cGMP (cyclic guanosine monophosphate) di dalam sel. Histamin juga berperan sebagai neurotransmitter dalam susunan saraf pusat (Dewoto, 2009).
Reseptor H2 didapatkan pada mukosa lambung, sel otot jantung dan beberapa sel imun. Aktivitas reseptor H2 terutama menyebabkan sekresi asam lambung, selain itu juga berperan dalam menyebabkan vasodilatasi dan flusing. Histamin menstimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan kadar cAMP, dan menurunkan kadar cGMP. Sedangkan antihistamin H2 menghambat efek tersebut (Dewoto, 2009).
Histamin memiliki efek sebagai berikut (Dewoto, 2009):
a. Kardiovaskular, dilatasi kapiler
Efek histamin yang terpenting pada manusia adalah dilatasi kapiler. Dengan akibat kemerahan dan rasa panas di wajah, menurunnya resistesi perifer dan tekanan darah. Afinitas histamin terhadap reseptor H1 amat kuat, efek vasodilatasi cepat timbul dan berlangsung singkat. Sebaliknya pengaruh histamin tersebut terhadap reseptor H2 menyebabkan vasodilatasi yang timbul lebih lambat dan berlangsung lebih lama, akibatnya pemberian AH1 dosis kecil hanya dapat menghilangkan efek dilatasi oleh histamin, dalam jumlah lebih besar dapat dihambat oleh AH1 dan AH2.
b. Permeabilitas kapiler
Histamin meningkatkan permeabilitas kapiler dan ini merupakan efek sekunder terhadap pembuluh darah kecil. Akibatnya protein dan cairan plasma keluar keruangan ekstra sel dan menimbulkan edema. Efek ini jelas disebabkan oleh peran antihistamin terhadap reseptor H1.
c. Tripel respon
Bila histamin disuntikkan intradermal pada manusia akan timbul tiga tanda khas yang disebut tripel respon dari lewis, yaitu:
1. Bercak merah setempat beberapa mm sekeliling tempat suntikan hal ini disebabkan dilatasi lokal kapiler, vena dan arteri terminal akibat efek langsung histamin. Daerah tersebut dalam satu menit menjadi kebiruan atau tidak jelas lagi karena adanya edema
2. Flare yaitu berupa kemerahan yang lebih terang dengan bentuk yang tidak teratur dan menyebar ± 1-3 cm sekitar bercak awal. Ini disebabkan oleh dilatasi arteri yang berdekatan akibat refluks akson
3. Edema setempat (wheal) yang dapat dilihat setelah 1-2 menit pada daerah bercakawal. Edema ini menunjukkan meningkatnya permeabilitas oleh histamin.
d. Pembuluh darah besar
Histamin cenderung menyebabkan konstriksi pembuluh darah besar yangintensitasnya berbeda antar spesies. Pada binatang pengerat konstriksi juga terjadi pada pembuluh darah yang kecil, bahkan pada dosis yang besar vasokonstriksi menutupi efek vasodilatasi kapiler sehingga justru terjadi peningkatan resistensi perifer.
e. Jantung
Histamin mempengaruhi langsung kontraktilitas dan elektrisitas jantung. Obat ini mempercepat depolarisasi diastol di nodus SA sehingga frekuensi denyut jantung meningkat. Histamin juga memperlambat konduksi AV, meningkatkan automatisitas jantung sehingga pada dosis tinggi dapat menyebabkan aritmia. Semua efek ini terjadimelalui perangsangan reseptor H1 dijantung, kecuali perlambatan konduksi AV yang terjadi lewat perangsangan reseptor H.
f. Tekanan darah
Pada manusia dan beberapa spesies lain, dilatasi arteriol dan kapiler akibat histamin dosis sedang menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang kembali normal setelah terjadi refleks kompensasi atau setelah histamin dihancurkan. Bila dosis histamin sangat besar maka hipotensi tidak dapat diatasi dan dapat terjadi syok histamin.
g. Otot polos non vascular
Histamin merangsang atau menghambat kontraksi berbagai otot polos. Kontraksi otot polos. Kontraksi otot polos terjadi akibat aktivasi reseptor H1, sedangkan relaksasi otot polos sebagian besar akibat aktivasi reseptor H2. Histamin menyebabkan bronkokonstriksi pada marmut walaupun dengan dosis kecil, sebaliknya histamin menyebabkan relaksasi bronkus pada domba dan trakea kucing.
h. Kelenjar ekokrin, kelenjar lambung
Histamin dalam dosis lebih rendah yang berpengaruh terhadap tekanan darah akan meningkatkan sekresi asam lambung. Pada manusia dosis menyebabkan pengeluaran pepsin dan faktor intrinsik castle bertambah sejalan dengan meningkatnya sekresi HCl. Ini akibatnya perangsangan langsung terhadap sel parietal melalui reseptor H2.
i. Kelenjar lain
Histamin meninggikan sekresi kelenjar liur, prankeas, bronkus dan air mata tetapi umunya efek ini lemah dan tidak tetap.
j. Ujung saraf sensoris, nyeri dan gatal
Flare oleh histamine disebabkan oleh pengaruhn pada ujung saraf yang menimbulkan refleks akson. Ini merupakan kerja histamin merangsang reseptor H1 diujung saraf sensoris.
k. Medula agrenal dan ganglia
Selain merangsang ujung saraf sensoris, histamin dosis besar juga langsungmerangsang sel kromafin medula adrenal dan sel ganglion otonom.
Antihistamin yang pertama kali digunakan pada awal tahun 1940, secara klinik berguna sebagai anti-alergi. Antihistamin generasi pertama merupakan obat yang paling banyak digunakan di dunia dan bermanfaat untuk meringankan gejala-gejala alergi dan influensa pada banyak penderita, dapat diperoleh di toko obat dalam bentuk kombinasi(Gunawijaya, 2000).
Aktivitas terpenting antihistamin adalah (Tjay dan Kirana, 2007):
1. Kontraksi otot polos bronki, usus dan Rahim
2. Vasodilatasi semua pembuluh dengan penurunan tekanan darah
3. Memperbesar permeabilitas kapiler untuk cairan dan protein dengan akibat udema danpembengkakan mukosa
4. Hiperskresi ingus dan air mata, ludah, dahak dan air mata
5. Stimulasi ujung saraf dengan eritema dan gatal-gatal.
Klorfeniramin maleat (CTM) merupakan golongan AH1 yang sering digunakan sebagai antialergi seperti urtikaria. Jika diberikan secara peroral, CTM memiliki bioavailabilitas yang rendah antara 25 - 50 % dikarenakan mengalami first pass metabolism. Efek samping dari CTM juga kurang disukai yaitu dapat menyebabkan kantuk, karena CTM merupakan AH1 sedatif.
Penggologan antihistamin berdasarkan mekanisme kerjanya :
1. Antagonis H1
Antagonis H1 sering pula disebut antihistamin klasik atau antihistamin H1, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Penggunaan mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dan dermatitis. Selain itu antagonis H1 juga digunakan sebagai antiemetik, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipisikotif dan anastesi setempat. Antagonis H1 kurang efektif untuk pengobatan asma bronchial dan syok anafilatik. Kelompok ini menimbulkan efek potensial dengan alcohol dan obat penekan system saraf pusat lain. Efek samping antagonis H1 antara lain mengantuk, kelemahan otot, gangguan koordinasi pada waktu tidur, gelisah, tremor, iritasi, kejang dan sakit kepala. Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam HCl, sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat, untuk meningkatkan kelarutan dalam air. Berdasarkan stuktur kimianya antagonis H1 dibagi menjadi enam kelompok yaitu :
1. Turunan Eter Aminoalkil
Stuktur Umum : Ar(Ar-CH2)CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Contoh :
a. Difenhidramin HCl (benadryl)
b. Dimenhidrinat (Dramamim,Antimo)
c. Karbinoksamin HCl (Clistin)
d. Klorfenoksamin HCl (systral)
e. Klemestin Fumarat (Tavegyl)
f. Piperinhidrinat (Kolton)
2. Turunan Etilendiamin
Stuktur Umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Contoh :
a. Tripelenamin HCl (azaron,Tripel)
b. Antazolin HCl (Antistine)
c. Mebhidrolinnafadisilat (Incidal,Histapan).
3. Turunan Alkilamin
Stuktur Umum : Ar(Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Contoh :
a. Feniramin Maleat (Avil)
b. Klorfeniramin Maleat (Chlor–Trimeton=CTM, Cohistan, Pehachlor)
c. Deksklorofeniramin Maleat (Polaramine,Polamac)
d. Dimetinden Maleat (fenisitil)
4. Turunan Piperazin
Turunan piperazin mempunyai efek antihistamin sedan,dengan awal kerja lambat dengan masa kerja panjang ± 9 – 24 jam.
Contoh :
a. Homoklorsiklizin (Homoclomin)
b. Hidroksizin HCl (Iterx)
c. Oksatomid (Tinset).
5. Turunan Fenotiazin
Contoh :
a. Prometazin HCl (Camergen,Phenergen,Prome)
b. Metdilazin HCl (Tacaryl)
c. Mekuitazin (meviren)
d. Oksomemazin (Doxergan)
e. Isotipenidil HCl (andantol)
f. Pizotifen hydrogen fumarat.
6. Turunan linya
Contoh :
a. SpiroheptidinHCl (Periactin, Ennamax, Heptasan, Pronicy, Prohessen)
b. Azatidin maleat (Zadine)
2. Antagonis H2
Antagonis H2 adalah senyawa yang menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor H2 sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung. Secara umum digunakan untuk penyakit tukak lambung dan usus. Efek samping antagonis H2 antara lain adalah diare, nyeri otot dan kegelisahan. Mekanisme kerja sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamin gastrin dan asetilkolin. Antagonis H2 menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam (efikasi intrinsic) dan menghambat secara langsung kerja histamin pada sekresi asam, yang dirangsang oleh gastrin atau asetilkolin Iefikasi potensiasi). Jadi histamin memiliki efikasi intrinsik dan efikasi potensiasi, sedang gastrin dan asetil kolin hanya mempunyai efikasi potensiasi.
Contoh :
a. Semitidin (Cimet, Corsamet, Nulcer, Tagamet, Ulcadine)
b. Ranitidin HCl (Ranin, Ranatin, Ranatac, Zantac, Zantadin)
c. Famotidin ( Facid, Famocid, Gaster, Ragastin, Restidin).
Permasalahan :
1. Bagaimana peran Histamin sebagai neurotransmitter dalam susunan saraf pusat?
2. Seperti yang kita ketahui CTM adalah salah satu golongan AH1 yang digunakan sebagai antialergi yang memiliki efek samping yang kurang menyenangkan yaitu mengantuk jika diberikan secara peroral, nah bagaimana solusi jika CTM diharapkan tetap dapat digunakan sebagai antialergi namun tidak memberikan efek secara sistemik?
3. Mekanisme kerja sekresi asam lambung dipengaruhi oleh histamine, gastrin dan asetilkolin, nah bagaimanakah kerja histamine , gastrin dan asetilkolin tersebut terhadap sekresi asam lambung?
DAFTAR PUSTAKA
Dewoto, H. R. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. UI Press, Jakarta.
Gunawijaya, F. A. 2000. Manfaat Penggunaan Antihistamin Generasi Ketiga. Universitas Trisakti, Jakarta.
Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat Edisi V. Penerbit ITB, Bandung.
Tjay, T. H dan Kirana R. 2007. Obat-Obat Penting Penggunaan dan Efek-EfekSampingnya Edisi V. PT Alex Medika Komputindo, Jakarta.
Wilmana, P.F dan G. S. Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru, Jakarta.
Haii viki meta,,informasi yang menarik saya akan mencoba menjawab permasalahan no 3 :
BalasHapusProduksi asam lambung diatur oleh sistem saraf otonom dan beberapa hormon. Sistem saraf parasimpatis, melalui saraf vagus, dan hormon gastrin menstimulasi sel parietal untuk memproduksi asam lambung, baik secara langsung bekerja pada sel parietal dan secara tidak langsung, melalui stimulasi sekresi hormon histamin dari sel mirip enterokromafin (ECL). Ujung-ujung saraf di lambung mengeluarkan dua neurotransmiter stimulasi: asetilkolin dan peptida yang melepaskan gastrin. Tindakan kedua neurotransimiter tersebut baik langsung terhadap sel parietal dan dimediasi melalui sekresi gastrin dari sel G dan histamin dari sel seperti enterokromafin. Gastrin bekerja pada sel parietal secara langsung dan tidak langsung juga, dengan merangsang pelepasan histamin. Pelepasan histamin adalah regulasi positif yang paling penting. Pelepasannya dirangsang oleh gastrin dan asetilkolin dan dihambat oleh somatostatin.
Assalamualaikum viki, saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 2 yaitu Dengan adanya first pass metabolism dan efek samping yang tidak disukai tersebut, maka diharapkan CTM tetap dapat digunakan sebagai antialergi namun tidak memberikan efek secara sistemik, oleh karena itu bentuk sediaan semisolida topikal merupakan salah satu pilihan yang dapat dipilih. Jika ditinjau dari sifat fisiko-kimianya, CTM memiliki kelarutan 1 bagian dalam 4 bagian air, merupakan kelarutan yang cukup baik sehingga tidak diperlukan bahan - bahan yang dapat meningkatkan pelarutan. Terimakasih :)
BalasHapus